PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Asma
merupakan penyakit familier, diturunkan secara poligenik dan mulfifaktoral.
Telah ditemukan hubungan antara asma dan lokus histokompatibilitas ( HLA ) dan
tanda genetik pada molekul imunoglobulin G (IgG).
Kira
– kira 2 – 20 % populasi anak dilaporkan pernah menderita asma. Belum ada
penyelidikan menyeluruh mengenai kejadian asma pada anak di Indonesia,namun
diperkirakan berkisar antara 5 – 10 %. Dilaporkan di beberapa negara angka
kejadian asma meningkat, misalnya di Jepang, Melbourne, dan Taiwan. Di
Poliklinik Sub Bagian Paru Anak FKUI – RSCM Jakarta, lebih dari 50% kunjungan
merupakan penderita asma. Jumlah kunjungan Poliklinik Sub Bagian Paru Anak
berkisar antara 12.000 – 13.000 atau rata – rata 12.324 kunjungan per tahun.
Pada tahun 1985 yang perlu mendapat perawatan karena serangan asma yang berat
pada 5 anak, 2 anak diantaranya adalah pasien poliklinik paru. Sedangkan yang
lainnya dikirim oleh Dokter luar. Tahun 1986 hanya terdapat 1 anak dan pada
tahun 1987 terdapat 1 anak yang dirawat karena serangan asma yang berat.
BAB II
ASMA
A.
PENGERTIAN
1.
Asma
adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh keadaan saluran nafas yang sangat peka terhadap berbagai
rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. (Abidin, M. Angela C.M Nusatya,
2002)
2.
Asma
adalah penyakit paru yang didalamnya terdapat obstruksi jalan nafas, inflamasi
jalan nafas, dan jalan nafas yang hipersponsif atau spasme otot bronchial.
(Betz, Cecily L, 2002)
3.
Asma
disebut juga sebagai Reaktive Airway Disease ( RAD ) adalah suatu penyakit
obstruksi jalan nafas secara reversible yang ditandai dengan bronchopasme,
inflamasi dan peningkatan reaksi jalan nafas terhadap berbagai stimulan. (
Suriadi, 2001 )
4.
Asma
adalah penyakit paru dengan ciri khas yakni saluran nafas sangat mudah bereaksi
terhadap berbagai rangsangan atau pencetus dengan manifestasi berupa serangan
asma. ( Ngastiyah, 1997 )
5.
Asma
adalah merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakhea dan
bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luas
saluran nafas bagian bawah yang dapat berubah – ubah derajatnya secara spontan
ayau dengan pengobatan.
B.
ETIOLOGI
Menurut
Ngastiyah ( 1997 ), faktor predisposisi dari asma adalah :
1.
Alergi
Macamnya : debu rumah,
bulu binatang, serpihan kayu, spora jamur.
2.
Iritasi
Macamnya : hair spray,
minyak wangi, obat nyamuk semprot, asap rokok, bau tajam dari cat dan polutan
lainnya, iritasi hidung dan batuk dapat juga mencetuskan asma.
3.
Cuaca
Perubahan tekanan
udara, perubahan suhu udara, angin dan kelembaban udara, dihubungkan dengan
percepatan dan terjadinya serangan asma.
4.
Infeksi
Biasanya infeksi virus,
terutama pada bayi dan anak. Virus yang menyebabkannya adalah Respiratory
Syncytial Virus ( RSV ) dan virus para influenza. Kadang – kadang karena
bakteri misalnya Pertusis dan Streptococcus, jamur misalnya Aspergillus dan
parasit seperti Askarsis.
5.
Kegiatan
jasmani
Kegiatan berat seperti
berlari atau naik sepeda dapat memicu serangan asma. Bahkan tertawa dan
menangis dapat menjadi pencetus.
6.
Infeksi
saluran nafas
Infeksi virus pada
sinus,baik sinusitis akut atau kronik dapat memudahkan terjadinya asma pada
anak ( Rachelefsky dkk, 1987 ). Rhinitis alergika dapat memberatkan asma
melalui mekanisme iritasi atau reflek.
Menurut
Price dan Wilson
1.
Asma
Ekstrinsik / alergi
Disebabkan oleh alergen
seperti sebuk sari yang dihirup, bulu halus binatang, serpihan kayu.
2.
Asma
Intrinsik / Idiopatik
Disebabkan oleh faktor
pencetus yang jelas seperti latihan fisik, flu biasa, emosi sering timbul
setelah usia 40 tahun, dan serangan timbul sesudah infeksi sinus hidung / pada
percabangan trakheobronkhial.
3.
Asma
Campuran
Terdiri dari komponen –
komponen Ekstrinsik dan Intrinsik.
C.
TANDA DAN GEJALA
Menurut
klinikku.com ( 2006 ), tanda dan gejala klinis sangat dipengaruhi asma yang
diderita. Bisa saja sang penderita asma tidak menunjukkan gejala yang spesifik
sama sekali, dilain pihak juga ada yang sangat jelas gejalanya.
Tanda
dan gejalanya :
1.
Batuk
2.
Dyspneu
3.
Wheezing
4.
Nafas
dangkal dan cepat
5.
Hiperinflasi
thorak ( dada seperti gentong )
6.
Ronkhi
7.
Retraksi
di dinding dada
8.
Pernafasan
couping hidung / penggunaan otot bantu pernafasan
D.
PATHOFISIOLOGI
Pada stadium permulaan terlihat
mukosajalan nafas pucat, terdapat oedema dan sekresi lendir bertambah. Lumen
bronkus dan bronkiolus menyempit akibat spasme. Terlihat kongesti pembuluh
darah, infiltrasi sel esinofil bahkan juga dalam sekret di dalam lumen saluran
nafas. Bila serangan terjadi sering dan lama atau dalam stadium lanjut akan
terlihat deskuamasi epithel, penebalan membran hialin basal, hiperplasi serat
elastin, hiperplasi dan hipertrofi otot bronkus dan jumlah sel goblet
bertambah. Kadang – kadang pada asma menahun atau pada serangan yang berat
terdapat penyumbatan bronkus oleh mukus yang kental yang mengandung eosinofil.
Seperti telah dikemukakan bahwa
banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya asma, sehingga belum ada patogenesis
yang dapat menerangkan semua penemuan pada penyelidikan asma.
Salah satu sel yang memegang peranan
penting pada patogenesis asma ialah sel mast. Sel mast dapat terangsang oleh
berbagai pencetus misalnya alergen, infeksi, dan lain – lain. Sel ini akan
mengalami degranulasi dan mengeluarkan bermacam – macam mediator misalnya
histamin, ‘ slow reacting substance or anaphylaxis ‘ ( SRS – A ), yang dikenal
sebagai lekotrin, ‘ eoxinophyl chemotactic of anapphylaxis ‘ ( ECF – A ),
‘neutrophyl chemotactic lactor of anaphylaxis ‘ ( NCF – A ), ‘ platelet
activating factor ‘ (PAF), bradikinin, enzim – enzim dan peroksidase. Selain
sel mast, sel basofil dan beberapa sel lain dapat juga mengeluarkan mediator.
Bila alergen sebagai pencetus maka
alergen yang masuk ke dalam tubuh merangsang sel plasma atau sel pembentuk
antibodi lainnya untuk menghasilkan antibodi reagenik, yang disebut juga
imunoglobulin E ( Ig E ). Selanjutnya Ig E akan beredar dan menempel pada
reseptor yang sesuai pada dinding sel mast. Sel mast yang demikian disebut sel
mast yang tersensitisasi. Apabila alergen yang serupa masuk ke dalam tubuh ,
alergen tersebut akan menempel pada sel mast yang tersensitisasi dan kemudian
akan terjadi degradasi dinding dan degranulasi sel mast. Mediator dapat
bereaksi langsung dengan reseptor di mukosa bronkus sehingga menurunkan siklik
AMP kemudian terjadi bronkokonstriksi. Mediator dapat juga menyebabkan
bronkokonstriksi dengan mengiritasi reseptor iritant.
E.
KLASIFIKASI
Pembagian asma menurut
Phelan dkk ( 1998 ) adalah sebagai berikut :
1.
Asma
episodik yang jarang
Biasanya terdapat pada anak umur 3 – 6
tahun, serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi virus saluran nafas bagian
atas. Banyaknya serangan 3 – 4 kali dalam 1 tahun. Lamanya serangan paling lama
beberapa hari saja dan jarang merupakan serangan yang berat.
Gejala – gejala yang timbul lebih
menonjol pada malam hari. Mengi (wheezing) dapat berlangsung sekitar 3 – 4
hari. Sedangkan batuk – batuknya dapat berlangsung 10 – 14 hari, manifestasi
alergi lainnya misalnya eksim jarang didapatkan pada golongan ini. Tumbuh
kembang anak biasanya baik. Diluar serangan ditemukan kelainan. Waktu hari
berminggu – minggu sampai berbulan – bulan. Golongan ini merupakan 70 – 75 %
dari populasi asma anak.
2.
Asma
episodik yang sering
Pada
2/3 golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun. Pada
permulaan serangan berhubungan dengan infeksi saluran nafas akut. Pada umur 5 –
6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang tua
menghubungkan dengan perubahan udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan
stres. Banyak kasus yang tidak jelas pencetusnya. Banyaknya serangan 3 – 4 kali
dalam 1 tahun dan tiap kali serangan beberapa hari dan beberapa minggu.
Frekuensi serangan paling tinggi pada umur 8 – 13 tahun. Pada golongan lanjut
kadang – kadang sukar dibedakan dengan golongan asma kronik atau persisten.
Umumnya gejala paling jelek terjadi pada malam hari dengan batuk dan mengi yang
mengganggu tidur.
Pemeriksaan fisik di luar serangan
tergantung pada frekuensi serangan kalau waktu antara serangan lebih 1 – 2
minggu, biasanya tidak ditemukan kelainan fisik. Hay feyer dapat ditemukan pada
golongan ini eksim dapat ditemukan, tetapi lebih jarang bila dibandingkan
dengan golongan asma kronik atau persisten, golongan ini merupakan 28 % dari
populasi asma anak, dan pada golongan ini jarang ditemukan gangguan
pertumbuhan.
3.
Asma
kronik atau persisten
Pada 25 % anak golongan iniserangan
pertama terjadi sebelum umur 6 bulan, 75 % sebelum umur 3 tahun, 50 % anak
terdapat mengi yang lama pada 2 tahun pertama dan pada 50 % sisanya serangannya
episodik. Pada umur 5 – 6 tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi saluran
nafas yang persisten dan hampir selalu terdapat mengi tiap hari. Pada malam
hari sering terganggu oleh batuk mengi aktivitas fisik sering menyebabkan
mengi. Dari waktu ke waktu terjadi serangan yang berat dan sering memerlukan
perawatan Rumah Sakit.
Terdapat juga golongan yang jarang
mengalami serangan berat, hanya sesak sedikit dan mengi hampir sepanjang waktu.
Setelah mendapat penanganan yang tepat biasanya baru disadari bahwa ada
perbedaan dibandingkan sebelum mendapat penanganan. Anak dan orang tua baru
menyadari mengenai asma pada anak itu serta permasalahannya. Obstruksi jalan
nafas mencapai puncaknya pada umur 8 – 14 tahun, setelah biasanya terjadi
perubahan.
Pada umur dewasa muda 50 % dari golongan
ini tetap menderita asma persisten. Jarang yang betul – betul bebas mengi pada
umur dewasa muda.
F.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil
yang didapat tergantung stadium serangan serta lamanya serangan serta jenis
asmanya. Pada asma yang ringan dan sedang tidak ditemukan kelainan fisik diluar
serangan.
Pada inspeksi terlihat pernafasan
cepat dan sukar, disertai batuk – batuk, kadang – kadang terdapat suara
wheezing ( mengi ), ekspirium memanjang, pada inspirasi terlihat retraksi
daerah supraklafikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Pada asma
kronik terlihat bentuk thoraks emfisematus, bongkok ke depan, sela iga melebar,
diameter anteposterior thoraks bertambah.
Pada perkusi terdengar hipersonor
seluruh thoraks, terutama bagian bawah posterior. Daerah pekak jantung dan hati
mengecil.
Pada auskultasi mula – mula bunyi
nafas kasar / mengeras, tapi pada stadium lanjut suara nafas melemah atau
hampir tidak terdengar karena aliran udara sangat lemah. Dalam keadaan normal
fase ekspirasi 1/3 – 1/2 dari fase
inspirasi, pada waktu serangan fase ekspirasi memanjang. Terdengar juga ronkhi
kering dan ronkhi basah serta suara lendir bila banyak sekali sekresi bronkus.
Tinggi dan berat badan perlu
diperhatikan dan bila mungkin juga hubungannya dengan tinggi badan kedua orang
tua. Asma sendiri merupakan penyakit yang dapat menghambat perkembangan anak.
Gangguan pertumbuhan biasanya terdapat pada asma yang sangat berat. Anak perlu
diukur tinggi dan berat badannya pada tiap kali kunjungan. Karena perbaikan
akibat pengobatan sering dapat dinilai dari perbaikan pertumbuhannya. Bentuk
thoraks perlu diperhatikan untuk melihat adanya dada burung atau sulkus
Harrison sebagai tanda obstruksi jalan nafas yang lama. Tanda ini hanya
ditemukan pada asma yang berat dan menahun dengan pengelolaan asma yang tidak
adekuat sebelumnya.
Tanda – tanda yang berhubungan
dengan tingkat obstruksi jalan nafas pada waktu pemeriksaan umumnya tidak atau
kurang dapat dipercaya dan sangat tergantung pada kemampuan pengamat.
Hal
yang lebih baik ialah mencari tanda – tanda yang berhubungan dengan
hiperinflasi dada seperti misalnya hiperresonansi, retraksi subkostal, tarika
trakhea dan tegangan otot – otot skalenus. Bentuk kuku jari seperti tabuh
genderang jarang sekali didapat, bila ditemukan dapat menunjukkan kemungkinan
adanya penyakit lain. Tiap anak perlu pemeriksaan fisik lengkap pada kunjungan
pertama. Penting diperhatikan keadaan kulit saluran nafas bagian atas dan
telinga.
Pemeriksaan
lanjutan yang perlu dilakukan sebagai berikut :
1. Uji faal paru
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk
menilai asma meliputi diagnosis dan pengelolaannya. Uji faal paru dikerjakan
untuk menentukan derajat obstruksi, menilai hasil provokasi bronkus, menilai
hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit.
Pemeriksaan faal paru yang penting pada
asma adalah PEFR, FEOI, PUC, FEVI / FVC. Uji faal paru tidak selalu mudah
dilaksanakan, terutama pada anak di bawah umur 5 – 6 tahun. Sebaiknya tiap anak
dengan asma di uji faal parunya pada tiap kunjungan. “ peak flow meter “ adalah
yang paling sederhana, sedangkan dengan spirometer memberikan data yang lebih
lengkap. Volume kapasitas paksa ( FVC ), aliran puncak ekspirasi (PEFR) dan
rasio FEVI / FVC berkurang > 15 % dari nilai normalnya. Perpanjangan waktu
ekspirasi paksa biasanya ditemukan, walaupun PEFR dan FEVI / FVC hanya
berkurang sedikit. Inflasi berlebihan yang biasanya terlihat secara klinis akan
digambarkan sebagai meningginya nilai total paru ( TLC ), isi kapasitas residu
fungsional dan isi residu. Diluar serangan, faal paru tersebut umumnya akan
kembali normalke4cuali pada asma yang berat. Uji provokasi bronkus dilakukan
jika diagnosis masuk diragukan. Tujuannya untuk menunjukkan adanya
hiperreaktivitas.
Uji provokasi bronkus
dilakukandengan :
a.
Histamin
b.
Methacholin
c.
Beban
lari
d.
Udara
dingin
e.
Uap
air
f.
Alergen
Yang paling sering
dilakukan adalah cara 1, 2, dan 3. Hiperaktivitas positif bila PEFR, FEVI turun
> 15 % dari nilai sebelum uji provokasi dan setelah diberi bronkodilator
nilai normal tercapai lagi. Bila PEVR dan FEVI sudah rendah, dan setelah diberi
bronkodilator naik > 15 % ini berarti hiperreaktivitas positif dan uji
provokasi tidak perlu.
2. Foto rontgen thoraks
Pemeriksaan ini perlu dilakukan dan pada
foto akan tampak corakan paru yang meningkat. Hiperinflasi terdapat pada
serangan akut dan pada asma kronik. Atelektasis juga sering ditemukan. Setiap
anak penderita asma yang berkunjung pertama kalinya perlu di buat foto rontgen
parunya. Foto ini dibuat terutama untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
penyakit lain. Foto perlu di ulang bila ada indikasi misalnya dugaan adanya
pneumonia atau pneumotoraks. Rontgen foto sinus paranasalis perlu juga bila
asmanya sulit terkontrol.
3. Pemeriksaan darah eosinofil dan uji
tuberkulin
Pemeriksaan eosinofil dalam darah,
sekret hidung dan dahak dapat menunjang diagnosis asma. Eosinofil dapat
ditemukan pada darah tepi, sekret hidung dan sputum. Dalam sputum dapat
ditemukan kristal charcot – leyaden dan spiral curshman. Bila ada infeksi
mungkin akan didapatkan pula lekositosis polimor fonukiens.
Uji tuberkulin penting bukan saja karena
di Indonesia masih banyak tuberkulosis, tetapi juga karena kalau ada
tuberkulosis dan tidak diobati, asmanya pun mungkin sukar di kontrol.
4. Uji kulit alergi imunologi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara
goresan atau tusuk. Masing – masing cara mempunyai keuntungan dan kerugiannya.
Alergen yang digunakan adalah alergen yang banyak terdapat di daerahnya. Hasil
positif dapat di cocokkan dengan keadaan penderita sehari – hari. Bila ada
hubungan yang jelas baru uji kulit tersebut berarti kedua cara uji kulit alergi
tersebut dapat memberikan hasil positif palsu dalam presentasi kecil dan
mempunyai kolerasi yang baik dengan Ig E beredar. Perlu diingat bahwa reaksi
ini dapat ditekan dengan pemberian antihistamin.
Pemeriksaan Ig E atau kalau mungkin Ig E
spesifik dapat memperkuat diagnosis dan menentukan pengelolaannya. Tetapi bila
tidak ditemukan kelainan ini diagnosis asama belum dapat disingkirkan.
Uji alergi kulit berguna untuk
menunjukkan alergen yang potensial sebagai pencetus. Hasil uji alergi kulit
harus dihubungkan dengan keadaan klinis dan bila cocok itulah alergen penceus
yang sesuai. Untuk menentukan hal itu, sebenarnya ada pemeriksaan yang lebih
tepat, yaitu uji provokasi bronkus dengan alergen bersangkutan.
H.
PENCEGAHAN
Penanggulangan asma pada anak
sekarang yang lebih penting bukan mengatasi serangan, tetapi terutama ditujukan
untuk mencegah serangan asma. Anak yang menderita asma harus dapat hidup layak
serta tumbuh dan berkembang sesuai umurnya. Dengan demikian segala upaya
penggunaan obat dan nonobat harus dinilai untung ruginya berdasarkan tujuan
utama tadi atau dengan perkataan lain tidak lebih mengganggu tumbuh kembang
anak. Tindakan – tindakan kita harus meningkatkan mutu kehidupan anak asma itu
untuk sekarang dan masa depan.
Pencegahan serangan
asma terdiri atas :
Cara menghindari
berbagai pencetus serangan asma perlu diketahui dan diajarkan kepada anak serta
keluarga. Debu rumah merupakan faktor pencetus yang sering dijumpai pada anak.
Debu rumah biasanya mengandung tepung sari rumputan, pohon dan belukar
disekitar rumah yang dibawa oleh angin masuk kedalam rumah. Debu rumah juga
mengandung serpih atau rontokan kulit, bulu hewan peliharaan, ludah binatang
peliharaan yang kering, rontokan pakaian, rontokan kain lainnya, hancuran
koran, tembakau, abu rokok, dan sebagainya. Debu rumah juga mengandung serangga
yang sudah mati, bakteri, jamur, sisa – sisa makanan yang telah lama. Tumpukan
buku – buku koran yang telah lama dan mengandung debu tersebut mengandung
banyak sekali alergen yang potensial dapat merupakan pencetus asma pada anak.
Memang tidak mudah menghindarkan debu rumah. Untuk menghindari pencetus karena
debu rumah dianjurkan dengan mengusahakan kamar tidur anak seperti di RS, ialah
:
1. Kasur tempat tidurnya dimasukan kedalam
kantong vinil, dipasang resleting sehingga kasur terbungkus rapat dan debu
tidak dapat masuk, kapuk tidak keluar, begitu juga bantalnya.
2. Sprei, tirai, selimut sekurang –
kurangnya dicuci 1 minggu sekali.
a.
Lemari
rak dan lainnya dibersihkan dengan lap basah dan hanya dipakai menyimpan
pakaian yang sering dicuci.
b.
Mebel
di lap basah dan lantai dibersihkan setiap hari.
c.
Lebih
baik tidak menggunakan karpet di kamar tidur dan kamar / tempat bemain anak.
d.
Lebih
baik tidak memelihara binatang.
e.
Jangan
menyimpan buku di kamar tidur anak.
f.
Pakaian
yang ada di lemari walaupun sudah bersih jika sudah lama tidak dipakai supaya
di cuci lagi, lemari di lap basah.
3. Untuk menghindarkan penyebab dari
makanan, bila belum diketahui pasti, lebih baik anak yang asma makan coklat,
kacang tanah atau makanan yang mengandung coklat atau minum es. Perlu
diperhatikan pula apakah asma timbul setelah anak memakan makanan yang
mengandung zat pengawet atau pewarna makanan.
4. Yang perlu diperhatikan :
a.
Hindarkan
anak kontak dengan orang dewasa yang sedang menderita infuenza / pilek.
b.
Bila
batuk atau bersin harus menutup mulut dan hidungnya.
c.
Hindarkan
anak berada di tempat yang sedang terjadi perubahan udara.
Anak yang menderita
asma tidak dilarang bermain – main atau olahraga, bahkan dianjurkan tetapi
perlu diatur karena itu merupakan kebutuhan untuk tumbuh kembang anak. Hanya
caranya di awasi dan diatur sebagai berikut :
a.
Menambah
toleransi secara bertahap, menghindarkan percepatan gerak yang mendadak,
mengalihkan macam kegiatan misalnya dari lari ke naik sepeda.
b.
Bila
mulai batuk – batuk istirahatlah sebentar, minum air dan setelah tidak batuk
lagi, kegiatannya diteruskan.
c.
Adakalanya
beberapa anak sebelum melakukan kegiatan perlu minum obat atau menghirup
aerosol lebih dahulu.
Obat – obatan asma pada
anak ( pada saat serangan / pencegahan ), meliputi :
a.
Bronkodilator
: adrenalin, orsiprenalin, terbutalin fenoterol.
b.
Kortikosteroid
: prednison, hidrokortison, deksametason.
c.
Mukolitik
: banyak minum air.
Cara pemberian sesuai
petunjuk masing – masing.
Obat – obatan yang
disebutkan itu diberikan jika sedang mendapat serangan.
Obat untuk pencegahan
serangan asma antara lain :
a.
Bronkodilator
b.
Kortikosteroid
c.
Ketofilen
( zaditen )
d.
DSCG
( intal )
e.
Mukolitik
Obat pencegahan harus
terus diberikan walaupun sedang tidak mendapat serangan.
I.
KOMPLIKASI
1. Status asmatikus
2. Bronkhitis kronik, bronkiolitis,
pneumonia
3. Emfisema kronik
4. Korpulmonal dengan gagal jantung kanan
5. Atelektasis
6. Pneumotoraks
7. Kematian
8. Mengancam pada keseimbangan asam basa
dan gagal nafas
J.
PENATALAKSANAAN
1.
Medis
Asma dapat sedang tenang atau tidak
sedang ada serangan, tetapi juga dapat dalam keadaan serangan dan serangan
tersebut dapat ringan, sedang atau berat. Kadang bahkan dapat jatuh dalam
keadaan status asmatikus, yakni serangan asma yang berat yang biasanya diatasi
dengan obat dapat menolong. Kali ini tidak dapat lagi. Serangan demikian
beratnya hingga dapat mengancam jiwa anak. Oleh karena itu, anak perlu dirawat
di RS.
Serangan asma yang ringan biasanya cukup
diobati dengan obat bronkhodilator, oral, atau aerosol bahkan yang ringan
sekali tidak memerlukan pengobatan. Serangan asma yang sedang dan akut perlu
pengobatan yang cepat kerjanya. Misalnya bronkhodilator aerosol atau
bronkhodilator subkutan, adrenalin. Bila pada serangan ringan akut tidak diperlukan
kortikosteroid, pada serangan ringan kronik atau sedang perlu tambahan
kortikosteroid disamping bronkhodilator. Pada serangan sedang perlu O2.
Serangan asma yang berat bila gagal
dengan bronkhodilator aerosol oral atau subkutan dan kortikosteroid perlu
teofilinum ( teofilin ) intravena dan koreksi penyimpanan asam basa serta
elektrolit. Oksigen sangat penting untuk pasien ini, keadaan pasien yang
demikian memerlukan perawatan di RS.
Penanggulangan status
asmatikus :
a.
Serangan
akut dengan oksigen nasal atau masker
b.
Terapi
cairan
Periksa keadaan gas
darah dan pasang IVED ( infuse ) dengan cairan 3:1 glukosa 10 % dan NaCl 0,9 %
+ KCl 5 mEg 1 kolt.
1)
Koreksi
kekurangan cairan
2)
Koreksi
penyimpangan asam basa
3)
Koreksi
penyimpangan elektrolit
c.
Terapi
pengobatan sesuai program
1) Albuterol ( proventil ventolin )
Dengan pemberian
oksigen dosis oral 0,1 mg / kg setiap 8 jam, nebulizer 0,15 mg 1kg per dosis
dalam 2 ml normal salin, inhalasi 1 atau 2 hisapan setiap 4 – 6 jam.
Efek samping :
tachycardia, palpitasi, pusing kepala, mual, dysrhytmia, tremor, hypertensi,
dan insomia.
2) Terbutalin
Dosis :
·
Usia
2 – 6 tahun 0,15 mg /kg 3 X sehari
·
Usia
6 – 14 tahun 2 mg /kg, 3 X sehari
·
14
tahun dan dewasa 2 – 6 mg / kg, 3 X sehari
Inhalasi 1 atau 2
hisapan setiap 4 – 6 jam, nebulizer 0,5 – 15 mg setiap 4 – 6 jam.
Efek samping :
tachycardia, pusing kepala, tremor, mual dan insomia.
3) Metaprotenol
Dosis :
0,3 – 0,5 mg /kg per
dosis setiap 6 – 8 jam, maksimum 20 mg per dosis.
Efek samping :
tachycardia, palpitasi, pusing kepala, mual, muntah, lemah, tremor, hypertensi,
dan mulut rasanya tak enak.
4) Bronkhodilator
Dilatasi bronkus dan
bronkiolus, mengurangi bronkopasme dan meningkatkan bersihan jalan nafas.
5) Theophylline ethylenediamine (
aminophyline )
Dosis :
·
Pada
klien tanpa theophylline, dosis 6 mg / kg dan melalui intravena
·
Usia
6 – 9 tahun 1,0 – 1,2 mg / kg / jam
·
Usia
9 – 12 tahun 0,9 – 1,0 mg / kg / jam
·
Usia
12 – 16 tahun 0,6 – 0,7 mg / kg / jam
d.
Usaha
pengenceran lendir dengan obat mukolitik untuk lendir yang banyak dan lengket
di seluruh cabang – cabang bronkus.
e.
Periksa
foto thoraks.
f.
Lakukan
pemeriksaan EKG.
Pantau tanda vital
secara teratur agar bila terjadi kegagalan pernafasan dapat segera tertolong,
bila perlu dirawat di ICU.
2.
Keperawatan
Perawatan pasien asma
ditujukan kepada :
a.
Bila
pasien sedang tidak mendapat serangan asma
Perawatan ditujukan
untuk mencegah timbulnya serangan asma dengan memberikan pendidikan kepada
pasien sendiri / keluarganya. Mencegah serangan asma dengan jalan menghilangkan
faktor pencetus timbulnya serangan.
Pendidikan tersebut
mengenai :
1) Pasien / orang tua harus mengenal tanda
akan terjadi serangan asma.
Cara memberikan obat
bronkhodilator sebagai pencegahan bila dirasakan anak akan mengalami serangan
asma. Apakah dengan aerosol / semprot / oral, dam sebagainya serta mengetahui
obat mana yang masih efektif bilaanak mendapat serangan.
2) Mencegah serangan asma dengan
menghilangkan faktor pencetus, misal debu rumah, bau yang merangsang dan
sebagainya. Sedangkan ke orang tua pasien perlu diberi penjelasan tentang
pentingnya selslu sedia obat baik untuk pencegahan maupun serangan. Untuk
pencegahan mungkin dokter memberikan obat misalnya ketolifen yang harus diminum
dalam jangka waktu tertentu atau segera diberikan begitu terlihat anak akan
mendapat serangan.
Selain itu orang tua
perlu memperhatikan hal sebagai berikut :
1) Menjaga keserasian keluarga agar tidak
menimbulkan masalah psikologis bagi anak.
2) Menjaga kesehatan anak dengan memberi
makanan yang cukup bergizi tetapi menghindari makanan yang mengandung alergen
bagi anaknya.
3) Kapan anak harus di bawa konsultasi.
Persediaan obat tidak boleh sampai habis. Lebih baik jika obat tinggal untuk 1
– 2 kali pemakaian anak sudah dibawa kontrol ke dokter. Atau jika anak ada
batuk / pilek walaupun belum terlihat sesak nafas harus segera di bawa berobat.
4) Ikut melaksanakan / mengawasi kegiatan
anak dalam batas – batas yang ditemukan oleh dokter, misalnya dalam hal olah
raga atau kegiatan bermain bagi pasien asma berat perlu di batasi ( tidak boleh
terlalu capek ).
5) Kepada anak sendiri diberitahukan apa
yang boleh ia lakukan dan yang tidak. Juga jika telah terasa akan mendapat
serangan agar segera minum obat, tanpa menunggu orang tua mengambilkannya.